Laman

Sabtu, 23 Oktober 2010

BAHASA DAN BUDAYAKU by N. Nurul Hudaifa/XI.IA.3/23.10.10

Haloooo para pembaca Blog SMAN 26 Bandung.. Kali ini, kami memuat sebuah cerpen buatan anak jurnalis yang tercantum di 26 WALL MAG'Z alias madingnya 26 yang dilombain di Unpad tgl 22 Oktober 2010. Alhamdulillah, mading yang bertemakan 'Bahasa dan Budayaku' itu, masuk ke dalam 15 besar. Dan tinggal 1 tahap lagi menuju juara 1 (Amien). Doakan kami :)
Ini diaaaaaa cerpennya.. Selamat membaca readers!

BAHASA DAN BUDAYAKU

Duduk dan berdiam diri adalah kegiatan Queensha setiap senja. Menengadah ke langit dan termenung. Selalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang terpikir olehnya. Dia hanya diam dan mencoba menjawab pertanyaannya sendiri, hingga kadang ia tak menyadari apa yang sedang dia lakukan.

“Uuummmm… kenapa aku ambil sebuah kertas ya?! Huft! Lagi-lagi aku tak menyadari apa yang sedang aku lakukan”

“Queenshaaaa….”

“Iya mami, ada apa?“

“Ayo turun, Ayah pulang.”

Queensha bergegas keluar dari kamarnya dengan sedikit berlari. Queensha sangat senang ketika Ayahnya pulang. Karena Ayahnya dapat menjawab semua pertanyaan–pertanyaan yang selalu mengerubungi otaknya.

“Ayaaah, Queensha kangeeen! Berapa lama Ayah libur?”

“Ayah libur hanya beberapa hari saja sayang. Kenapa? Ada yang mau ditanyakan lagi ya?”

“Hahaha… Ayah tau saja, sudah ada segudang pertanyaan nih dalam otakku, rasanya sudah mau meledak. Untung Ayah datang, aku senang!”

“Ya sudah, apa yang ingin kau tanyakan pada Ayah?”

Queensha sedikit ragu dan bingung untuk bertanya, harus dari mana ia mulai bertanya, begitu banyak pertanyaan, tentang apa itu bahasa, apa itu budaya, mengapa mereka berbeda, mengapa mereka ada? Dan blablablablabla..

“Eummm Yah! Kali ini pertanyaanku seputar negara kita. Eehh.. maksudku tentang bahasa dan budaya kita.”

“Wah wah wah.. Bukankah anak Ayah ini tidak menyenangi pelajaran yang seperti itu? Katanya pelajarannya membosankan. Bikin pusing.“

“Hehe. Gak apa-apa dong Yah.. Waktu tadi di sekolah, Bu Guru ngejelasin tentang bahasa dan budaya gitu. Aku bingung Yah, sebenarnya apa sih itu bahasa? Mengapa bahasa kita berbeda- beda, terutama negara kita? Mengapa kita memiliki keanekaragaman bahasa yang sangat banyak? Yang belum tentu setiap warga negaranya sendiri mengerti dengan begitu banyak bahasa yang negaranya miliki. Untuk apa itu semua?”

“Umm.. Sayang, bahasa itu adalah alat komunikasi kita, untuk bersosialisasi. Tanpa bahasa kita tidak bisa melakukan kontak sosial. Dan tidak bisa hidup, karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain selama hidupnya.”

“Tapi Yah, mengapa setiap negara memiliki bahasa yang berbeda, kenapa tidak sama, bahasa satu dengan yang lainnya?“

“Karena mereka memiliki sejarahnya masing–masing. Sama seperti manusia, apakah secara keseluruhan pengalaman setiap manusia sama persis?”

Queensha hanya menganggukkan kepalanya mencoba mencerna jawaban yang diberikan oleh Ayahnya.

“Emm.. Tapi Yah, mengapa Indonesia memiliki banyak bahasa yang berbeda, bukankah mereka memiliki sejarah yang sama?”

“Itulah keunikan Indonesia, kita memiliki banyak bahasa, itu adalah aset negara kita. Tidak banyak negara lain memiliki keanekaragaman bahasa yang banyak seperti kita, kita wajib bersyukur atas apa yang kita punya. Bukankah memiliki banyak warna dalam satu tempat yang sama itu indah? Meskipun kita belum bisa memahami makna warna tersebut satu persatu.”

“Ya Ayah, memiliki banyak warna memang sangat indah. Berarti kalau begitu Indonesia sama seperti pelangi kan Yah? Kita tidak tau persis warna apa saja yang sesungguhnya ada, hanya beberapa warna saja yang bisa kita lihat secara kasat mata, seperti pink, kuning, biru dan yang lainnya. Itu sama saja dengan bahasa terbesar di Indonesia, seperti bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Yang mempertegas adanya Indonesia. Bukankah begitu Ayah?”

“Wah bagus. Pintar sekali anak Ayah. Oke. Ayah mau bersih-bersih dulu ya, Ayah kan belum mandi. Hehe.”

“Hahaha.. Pantesan aja dari tadi bau kambing, ternyata Ayah belum mandi, hehehe.. Daaah Ayah.”

Queensha bergegas pergi menuju kamarnya. Rasa senang menghinggapi hatinya karena beberapa pertanyaan telah terjawab. Kembali ia duduk di depan meja belajarnya. Mencoba menggambar sebuah pelangi dan mencoba untuk memahaminya. Dia menggambar sebuah pelangi yang sangat indah, terhanyut dalam pikirannya sendiri.

“Pelangi ini terdiri dari warna yang terlihat tegas oleh kasat mata, itu berarti bahasa terbesar di Indonesia. Warna-warna tersebut dapat terbentuk dari semua warna yang ada berarti mereka memiliki hubungan yang erat antara satu dengan yang lainya. Ummm mungkin itu bisa diartikan bahwa bahasa terbesar itu sendiri pun tersusun dari berbagai bahasa yang ada di dalamnya, sehingga membentuk atau menghasilkan satu bahasa itu sendiri. Dan ummm zzzZZZzzz…”

Queensha tertidur pulas di meja belajarnya.

***

Pagi sekali ketika Ayahnya sedang duduk sembari menikmati secangkir teh dan sepotong kue, Queensha datang dengan membawa kertasnya.

“Ayah, coba lihat apa yang ku gambar semalam? Apakah Ayah mengerti maksudnya? Apa yang Ayah pikirkan tentang gambaranku?”

Ayahnya hanya tersenyum. Dalam hatinya, ia sangat bangga terhadap anak tunggalnya. Ia bangga, karena Queensha sangat cerdas. Semakin hari, Ayahnya tidak percaya bahwa progress Queensha begitu signifikan. Kali ini dia menggambarkan sesuatu, yang mengandung makna tak tersirat di dalamnya. Dia bisa berpikir jauh meskipun umurnya masih 8 tahun.

“Umm.. Gambaranmu bagus. Kapan kamu membuatnya?”

“Tadi malam Yah.”

“Ya sudah, mandi sana dan segera sarapan.”

“Siap Booooos..”

Ketika ia hendak beranjak, dia melihat Ayahnya makan menggunakan tangan. Dan tak sengaja, terlintas sebuah pertanyaan yang menggelitiknya. Dreeeep! Queensha duduk di samping Ayahnya.

“Ayah, mengapa masyarakat indonesia selalu menggunakan tangan jika mereka makan?”

Pertanyaan yang tak pernah terbayangkan oleh Ayahnya.

“Umm, itu adalah budaya sayang.”

“Bukankah budaya itu seperti tarian, lagu tradisional dan yang lainnya Yah?”

“Memang itu pun disebut budaya, sayang. Sebenarnya kegiatan kita sehari hari pun bisa disebut budaya. Hanya saja budaya itu disebut dengan budaya abstrak.”

Queensha tak melanjutkan pertanyaanya, ia hanya beranjak dari tempat duduknya, berpindah tempat dan mencoba menyalakan televisi. Sontak ketika TV tersebut menyala ia berteriak panik.

“Ayaaaahhhh.. Ayaaaaaaaahhh….!”

Mendengar teriakan anaknya, Mami dan Ayah Queensha berlari menghampirinya.

“Ada apa Queensha?! Kamu kenapa?!”

“Eh, tidaak.. Tidak ada apa-apa, Yah. Aku hanya heran, kenapa Batik dan Angklung diklaim oleh negara tetangga? Bukankah Batik dan Angklung milik Negara kita? Tapi aku gak ngerti Ayah, klaim itu apa sih? aku punya firasat buruk tentang makna itu.”

Ayah dan Maminya bernafas lega, beruntung tak terjadi sesuatu pada putrinya yang tidak di inginkan oleh mereka. Maminya kembali ke dapur sembari menggeleng-geleng kepalanya.

“Huuft.. Ayah kira kamu kenapa.”

“Ayah, ayo jawab pertanyaanku. Apa itu klaim?”

“Klaim itu mengakui sesuatu yang ada tapi bukan miliknya atau mengambil milik orang lain.”

“Berarti samakah dengan pencuri,Yah?”

“ Ya bisa di bilang seperti itu.”

“Tapi mengapa mereka ingin mengambil budaya kita? bukankah mereka sudah memiliki budaya masing-masing? Mengapa mereka masih harus mencuri? Apakah mereka tidak malu?”

“Karena budaya kita lebih cantik dibandingkan dengan budaya negara mereka sendiri. Ditambah dengan keunikannya, membuat mereka semakin ingin memiliki semua kebudayaan yang Negara kita miliki.”

“Kenapa mereka berani mengambilnya dari kita? Apa mereka tidak takut dipukuli? Mereka tidak takut pada kita?”

“Karena generasi muda zaman sekarang, sukar mencintai bahasa dan budayanya sendiri. Padahal mereka tak tau, bahwa di luar sana masyarakat luar negeri sangat mendambakan budaya kita. Tidak sedikit mereka yang khusus mempelajari tentang budaya kita. Queensha tau gak kalau beberapa budaya yang dimiliki Indonesia sama dengan beberapa budaya di negara-negara lain ?”

“Sungguh Ayah? Berarti kita bisa melihat budaya luar dalam kebudayaan yang kita miliki sendiri? Mungkinkah Indonesia bisa dijadikan cerminan dunia?”

“Mungkin saja. Jika mengembalikan semua bahasa dan budaya yang kita miliki, jika kita lebih perhatian pada mereka, kita bisa melestarikannya maka budaya dan bahasa yang kita miliki tidak akan punah.”

Hanya mengerutkan dahi, Queensha beranjak ke kamarnya. Terselip suatu kata “ PUNAH”

“Mungkinkah punah? Aaaaah aku pusing! Gak mau mikirin ah. Mending tidur aja.”
Queensha pun tidur dengan pulasnya.

“eng.. Negeri ini indah,, sangat indah,, tapi kenapa aku merasa asing, rasanya ada sesuatu yang lebih indah yang pernah ku miliki, pernah kulihat dan selalu ku nikmati. Tapi apa?”

Queensha mendongakkan kepalanya ke langit, memandang indahnya harmonisasi antara senja dan pelangi. Tapi semakin lama ia memandang terasa semakin tipis warna pelangi itu, memudar dan tak lama menghilang.

“Haaaaaaaah itu pelangiku lama-lama memudar warnanya? Ko satu persatu menghilang. Kembali,, heyy jangaann pergi,, temani aku disini, aku mau pelangiku selalu menemaniku dalam siang dan malam, senja dan pagi ku dan takkan pernah lekang oleh waktu.”

Gubrakkk !!!! terdengar suara yang cukup keras, ternyata Queensha jatuh dari tempat tidurnya.

“ternyata hanya mimpi ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar